Jumat, 20 Mei 2022

Your Grit, Your Treasure : Part One

Ngobrol bareng para gen-Z alias generasi yang terlahir pada periode antara tahun 1997 hingga 2012kerap membuat saya berpikir, tak terkecuali ketika saya dan anak-anak  di rumah berbincang soal bagaimana menghadapi kegagalan atau hasil yang tak sesuai ekspektasi. 

Obrolan dimulai saat sulung saya mengekspresikan kekecewaannya menerima hasil seleksi salah satu program di kampus yang tak sesuai harapan. Mendengar dan menguatkan hatinya, itu pilihan saya saat itu. Sebagai orang tua (meski tak sempurna :) ), saya cukup dapat memahami, tentu ada saat-saat ketika kita menghadapi ketidaksesuaian harapan dengan fakta hasil yang kita terima. Satu hal yang sangat ingin saya bagi dengan si sulung adalah value yang saya yakini yang membuat saya bertahan sejauh ini menghadapi pengalaman   serupa. Namun lagi-lagi seperti ciri khas para gen-Z yang tidak mudah percaya pada kisah-kisah pengalaman generasi pendahulunya, anak-anak akan menantang kita untuk menunjukkan referensi yang relevan. Belum-belum berbagi pengalaman soal kegigihan, saya sudah harus menunjukkan bukti bahwa saya cukup gigih mencari referensi 😅.

Saya jadi teringat pada salah satu quote yang menjadi favorit saya hingga hari ini, sebuah pepatah dari negeri Sakura, berbunyi "Nana korobi yaoki",  fall down seven times, get up eight atau berarti kurang lebih "7 kali jatuh, 8 kali bangkit". Pepatah ini diambil dari gambaran boneka khas Jepang bernama Daruma, sebuah boneka sekaligus mainan asal Jepang berbentuk hampir bulat, dengan bagian dalam kosong serta tak memiliki kaki dan tangan serta dipercaya sebagai pembawa keberuntungan dan lambang harapan yang belum tercapai. Keantikan boneka ini,  jika ia dijatuhkan, akan selalu bangkit kembali, ciri khasnya inilah yang menginspirasi pepatah mengenai kegigihan. Pepatah ini yang kemudian kerap menjadi pengingat saya untuk tidak gampang menyerah, dan membentuk keyakinan diri saya bahwa jikapun harus terjatuh tujuh kali, saya masih punya kesempatan untuk bangkit kembali di kali kedelapan. Terdengar klise? mungkin, tapi  keyakinan ini telah berhasil membantu saya mempertahankan sikap positif dalam menghadapi banyak tantangan termasuk didalamnya ketika menghadapi kesulitan dan kegagalan.

Boneka Daruma
credit picture : https://www.tribunnews.com/travel/2018/11/14/ini-sejarah-dan-makna-daruma-boneka-pembawa-keburuntungan-di-jepang

Bicara soal kegigihan, hasil selancar mata saya di dunia maya membawa saya pada laman https://angeladuckworth.com/tag/grit/, yang diantaranya memuat mengenai histori pengembangan pemikiran mengenai grit oleh peneliti bernama Angela Lee Duckworth. Pada tahun 2007, Duckworth bersama-sama dengan peneliti lainnya memuat hasil penelitian mereka yang berjudul "Grit: Perseverance and passion for long-term goals"  yang didalamnya memperkenalkan konsep grit. Grit didefinisikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang yang menantang, dimana orang-orang bertahan dengan hal-hal yang menjadi tujuan mereka dalam waktu yang sangat panjang sampai mereka menguasai hal-hal tersebut. Dalam grit terdapat dua hal penting, yaitu konsistensi minat dan ketekunan usaha. Dua komponen ini dipandang sebagai  parameter kegigihan  alias sikap pantang menyerah.

Dalam hidup, kita mungkin biasa menetapkan tujuan-tujuan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.  Sebagian tujuan jangka pendek mungkin  menjadi jembatan untuk mencapai tujuan jangka panjang kita. Seberapa kuat keinginan kita mencapai tujuan jangka panjang tersebut tercermin dalam konsistensi minat dan ketekunan kita menjalani usaha-usaha sesuai minat tersebut. Sebutlah, jika sulung saya memiliki minat yang besar pada literasi dan penulisan, maka konsistensi pada minatnya tersebut akan membuatnya makin cakap, makin cepat bereaksi dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan baru dalam bidangnya dan kualitas ini pada akhirnya akan membawanya pada kesuksesan. Deretan kualitas tersebut tentu saja tidak bisa diharapkan datang atau terbentuk dengan sendirinya, melainkan membutuhkan akumulasi usaha yang persisten. 

Sekarang, pertanyaannya, bagaimana kita bisa bertahan berusaha secara persisten? Carol Dweck, salah seorang peneliti di bidang psikologi berkebangsaan Amerika Serikat , dalam bukunya "Mindset: The New Psychology of Success" menulis mengenai dua mindset atau pola pikir dan kontribusinya terhadap kesuksesan seseorang, yang pertama adalah fixed mindset sementara yang lainnya adalah growth mindset.

Terkait fixed mindset, Dweck menulis, "Your view of yourself can determine everything. If you believe that your qualities are unchangeable - the fixed mindset - you will want to prove yourself correct over and over rather than learning from your mistakes."   Dalam terjemahan bebas, kurang lebih pernyataan ini diartikan bahwa  pandangan anda mengenai diri anda dapat menentukan segalanya. Jika anda percaya bahwa kualitas diri tak dapat diubah (fixed mindset), maka anda akan cenderung ingin membuktikan bahwa diri anda terus menerus benar dibandingkan memilih belajar dari kesalahan-kesalahan anda.

Dilain sisi, mengenai growth mindset, Dweck menulis "... This growth mindset is based on the belief that your basic qualities are things you can cultivate through your efforts.". Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa pola pikir berkembang (growth mindset) didasarkan pada keyakinan bahwa kualitas dasar anda adalah hal-hal yang dapat anda kembangkan melalui usaha anda. Dengan mengubah keyakinan kita bahwa kualitas diri dapat diekmbangkan, akan membawa pengaruh yang besar. Growth mindset akan menciptakan keinginan kuat untuk belajar.

Selanjutnya Dweck menulis bahwa dalam  grown mindset, kegagalan dapat menjadi pengalaman yang menyakitkan, namun hal tersebut tidak mendefinisikan diri anda. Kegagalan hanya merupakan masalah yang harus dihadapi, ditangani dan menjadi kesempatan belajar.

Dalam laporan hasil penelitian berjudul "Pengaruh Growth dan Fixed Mindset terhadap Grit pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung" oleh Trisa Genia Chrisantiana dan Tessalonika Sembiring dari Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, menunjukkan bahwa Grit dipengaruhi oleh pola pikir tetap (fixed mindset) atau pola pikir berkembang (growth mindset). Mereka yang memiliki growth mindset akan cenderung menunjukkan kegigihan sehingga dapat mempertahankan ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang yang menantang. Sementara itu,  mereka yang memiliki fixed mindset yakin bahwa kualitas dan kemampuannya tidak dapat diubah dan dikembangkan lagi dengan usaha-usaha tertentu sehingga menunjukkan penurunan pada ketekunan dan semangat untuk tujuan jangka panjang yang menantang.

Sejauh ini, bagaimana menanamkan dan mengembangkan grit pada anak-anak saya masih menjadi pekerjaan rumah yang terus menjadi tantangan saya sepanjang menjadi orang tua dan tentu saja, butuh "kegigihan" ibunya ini 😊.

 

Pranala:

Chrisantiana, Trisa Genia , Sembiring, Tessalonika, "Pengaruh Growth dan Fixed Mindset terhadap Grit pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung" , Humanitas Volume 1, Nomor 2 Agustus 2017;

Duckworth, A.L., Peterson, C., Matthews, M.D., & Kelly, D.R. (2007), Grit: Perseverance and passion for long-term goals. Journal of Personality and Social Psychology, 92 (6), 1087-1101);

Dweck, Carol S. (2006). Mindset: The New Psychology of Success 1st edition. The Random House Publishing Group, New York;

 https://id.wikipedia.org/wiki/Daruma#.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar